DOSEN HANYA KEJAR JABATAN STRUKTURAL

DOSEN HANYA KEJAR JABATAN STRUKTURAL


Koran Sindo, 21 April 2016

JAKARTA– Pemerintah menuding para dosen hanya mengejar jabatan struktural semata. Padahal dosen, apalagi yang bergelar profesor, diharapkan bisa menjadi pemimpin akademis.


Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek- Dikti) Ali Ghufron Mukti mengatakan, pemerintah mempunyai harapan tinggi kepada para dosen untuk menjadi academic leader. Dosen harus mempunyai cita-cita tinggi sebagai pemimpin atau pakar dalam bidang-bidang keilmuan. Sayangnya, saat ini kebanyakan dosen hanya mengejar jabatan struktural semata, misalnya menjadi rektor, kepala bagian, atau dekan.

”Banyak dosen yang tidur. Mereka lebih tertarik ke jabatan struktural semata. Maka kita ingin ada gerakan dosen kembali ke-khitahnya untuk menjadi pemimpin akademik di bidangnya,” katanya seusai Annual Science Meeting di Jakarta kemarin.

Mantan wakil menteri kesehatan ini menjelaskan, tipe academic leader pertama ialah seorang dosen seharusnya bisa mengembangkan keilmuannya, lalu mempunyai pengikut, membuat penelitian, dan menghasilkan suatu produk.

Seperti dosen ahli di bidang jaminan sosial, mereka bisa membuat riset, lalu dikembangkan menjadi kebijakan. Tipe academic leader kedua ialah tidak hanya membuat penelitian, tetapi juga memikirkan bagaimana pendanaan riset untuk mahasiswanya. Lalu, academic leader ketiga ialah menjadi pemimpin di perguruan tinggi yang harus mempunyai visi-misi untuk melahirkan anak didik yang berkualitas. ”Umumnya di Indonesia 53% dosen menempati jabatan struktural."

"Kita bermimpi seorang dosen itu bisa menjadi pemimpin untuk mengembangkan keilmuan dan dianut, diikuti para dosen muda dan juga mahasiswanya. Mereka harus melakukan penelitian dan menghasilkan sesuatu. Mereka harus bisa membaca informasi ilmiah secara cepat dan tepat untuk mengembangkan sainstek,” tuturnya.

Dia menjelaskan, pemerintah memberikan kemudahan agar dosen bisa menjadi pemimpin akademis.

Tidak hanya insentif, tetapi juga kesempatan magang di institusi lain. Lalu, ada sertifikasi dosen yang jika mereka lulus maka ada insentif sebesar satu kali gaji. Pemerintah juga memberikan kesempatan melakukan penelitian dan mobilitas ke luar negeri. Tidak hanya itu, pemerintah juga mengubah tata kelola administrasi penelitian yang berbasis output agar peneliti tidak pusing memikirkan tanggung jawab pemakaian dana.

Pakar pendidikan tinggi Edy Suandi Hamid mengatakan memang ada sebagian dosen yang hanya mengejar jabatan struktural. Namun, dia berpikir sebagian besar dosen tidak berpikir demikian saat mengajukan kenaikan pangkat akademiknya, termasuk ketika mengajukan menjadi guru besar. Menurut dia, kalau pada akhirnya banyak dosen atau profesor menjadi rektor, itu karena mereka memimpin lembaga akademik yang juga membutuhkan simbol akademik sebagai petingginya.

”Kan wajar kalau komandannya memiliki pangkat paling tinggi,” ujarnya. Mantan ketua umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) ini menjelaskan, sebagai rektor, juga bisa menjadi academic leader yang bisa menstimulus para dosen untuk berkarya. Tidak mungkin rektor menyuruh stafnya berkarya jika pangkat akademiknya tidak pernah naik. Namun, dia pun tidak berharap seorang profesor hanya mengejar status menjadi rektor tanpa bisa menegakkan tridarma perguruan tinggi.

Sementara itu, anggota Komisi X DPR Reni Marlinawati mengatakan bahwa dosen memang basisnya harus menguatkan riset, membimbing mahasiswa, dan mengabdi kepada masyarakat. Lalu ketika dosen disebut hanya mengejar jabatan struktural, bukan bisa dosen yang disalahkan, melainkan ada sistem yang harus diperbaiki Kemenristek-Dikti. Permasalahan guru dan dosen itu adalah sama, yakni soal kesejahteraan.

Dosen pun akhirnya mengejar bagaimana mendapat pendapatan tinggi untuk mencukupi hidupnya. Politikus PPP ini menuturkan, kampus yang seharusnya menjadi penjaga moral justru berubah menjadi medan politik saat pemilihan rektor. Politisasi kampus yang cukup tajam terjadi saat pemilihan rektor justru membuat iklim di kampus menjadi ternodai. Kondisi ini juga akhirnya yang membuat banyak dosen mengejar jabatan struktural.

”Justru kampus harus menjadi penjaga moral, harus menjadi contoh berbasis keilmuan. Kampus yang seharusnya jadi teladan masyarakat malah menciptakan politisasi kampus ketika pemilihan rektor,” bebernya. Reni menuturkan, ketika syarat lulus S-2 dan S-3 itu harus membuat jurnal internasional, juga menjadi masalah baru. Masalahnya, basis metodologi penelitian yang ada di kampus belum begitu kuat.

Banyak dosen yang semestinya membimbing mahasiswa itu untuk meneliti apa dan bagaimana prosesnya, tidak terjadi karena dosen membiarkan mahasiswanya jalan sendiri.

Neneng Zubaidah - Sindo

0 Response to "DOSEN HANYA KEJAR JABATAN STRUKTURAL"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Bawah Artikel